Poligami : Poliginy dan Poliandry
Inrofaa - Poligami adalah praktik pernikahan yang melibatkan satu orang yang memiliki lebih dari satu pasangan dalam waktu yang sama. Istilah ini sering digunakan dalam konteks budaya, sosial, dan agama yang membolehkan seseorang, terutama laki-laki, untuk menikahi beberapa perempuan sekaligus. Poligami bukanlah praktik universal; sebagian besar negara di dunia melarangnya secara hukum, sementara sebagian masyarakat tradisional atau kelompok keagamaan tertentu masih mempertahankannya.
Pada dasarnya, poligami muncul karena berbagai faktor, seperti struktur sosial patriarkal, kebutuhan ekonomi, alasan populasi, hingga keyakinan tertentu yang melihatnya sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Meskipun demikian, poligami tetap menjadi topik sensitif karena berkaitan dengan nilai moral, kesetaraan gender, dan hak individu dalam pernikahan.
Secara umum, poligami dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu poliginy dan poliandry. Poliginy adalah bentuk poligami yang paling banyak dikenal dan dipraktikkan, yaitu ketika seorang pria menikahi lebih dari satu perempuan. Poliginy biasanya muncul dalam masyarakat yang memberi otoritas lebih besar kepada laki-laki dalam urusan keluarga. Dalam beberapa budaya, poliginy dianggap bermanfaat untuk menjaga keturunan, memperluas jaringan keluarga, atau meningkatkan status sosial.
Namun bentuk hubungan ini tetap menuntut tanggung jawab besar dari pihak laki-laki, terutama dalam hal keadilan, nafkah, dan pembagian waktu yang seimbang. Di sisi lain, banyak kritik muncul karena poliginy bisa menciptakan kecemburuan, ketimpangan, atau tekanan emosional bagi istri-istri yang terlibat.
Jenis kedua adalah poliandry, yaitu kondisi ketika seorang perempuan menikahi lebih dari satu laki-laki secara bersamaan. Poliandry jauh lebih jarang ditemukan dibandingkan poliginy dan biasanya hanya terjadi pada kelompok masyarakat tertentu dengan kondisi lingkungan atau ekonomi yang khusus. Misalnya, dalam beberapa komunitas tradisional yang hidup di wilayah sulit atau memiliki keterbatasan sumber daya, poliandry dianggap sebagai cara untuk menjaga stabilitas keluarga serta mencegah pembagian tanah warisan yang terlalu kecil.
Melalui poliandry, beberapa laki-laki dalam satu keluarga bisa berbagi tanggung jawab terhadap satu perempuan dan keturunannya. Walau begitu, praktik ini cenderung tidak diterima secara luas karena bertentangan dengan pandangan umum tentang struktur keluarga dan peran gender.
Selain kedua bentuk utama tersebut, ada pula istilah poligini dan poliandri yang kadang digunakan untuk merujuk subdivisi lebih kecil, namun poliginy dan poliandry tetap menjadi kategori utama dalam kajian poligami. Di banyak daerah, perdebatan tentang poligami lebih fokus pada dampak psikologis dan sosial yang ditimbulkan.
Ada argumen bahwa poligami dapat memberikan perlindungan bagi perempuan yang tidak memiliki dukungan ekonomi, terutama dalam masyarakat yang memandang pernikahan sebagai bentuk keamanan sosial. Namun, dari perspektif lain, poligami dipandang berpotensi menimbulkan ketidakadilan pada pasangan atau anak-anak yang terlibat jika tidak dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
Pada akhirnya, poligami adalah praktik yang sarat konteks, bergantung pada budaya, hukum, dan keyakinan masyarakat yang menerapkannya. Meski terbagi dalam dua jenis utama (poliginy dan poliandry) keduanya tetap menghadirkan kompleksitas yang perlu dipahami secara bijak.
Penilaian terhadap poligami seringkali menggambarkan nilai dan norma suatu komunitas, sehingga pembahasan tentangnya membutuhkan sudut pandang yang utuh serta tidak hanya berfokus pada aspek hukum, tetapi juga aspek sosial, etis, dan manusiawi.
Referensi : Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan UNY (2005), Siaran pers Kemen PPPA (2021)
Hubungi Admin? Klik di sini
Salam Ilmu Pengetahuan
Terima kasih
Komentar