
Berhubungan Sex Selama Kehamilan
Inrofa Pedia -
Hubungan seksual pada manusia adalah aktivitas fisik yang melibatkan kontak antara dua orang untuk mengekspresikan kasih sayang, kedekatan emosional, atau untuk tujuan reproduksi. Dalam konteks biologis, hubungan ini dapat menyebabkan pembuahan ketika sel sperma dari pria bertemu dengan sel telur dari wanita, yang kemudian bisa berkembang menjadi janin.
Selain fungsi biologis, hubungan seksual juga memiliki aspek emosional dan psikologis. Banyak pasangan melakukannya sebagai cara mempererat hubungan, menunjukkan rasa cinta, atau membangun keintiman. Karena itu, hubungan ini bukan sekadar tindakan fisik, tetapi juga bagian dari komunikasi perasaan.
Apakah orgasme itu penting ketika berhubungan?
Orgasme penting bagi pria dan wanita karena merupakan puncak kenikmatan seksual yang membawa rasa lega dan bahagia. Secara fisik, orgasme membantu melepaskan hormon endorfin dan oksitosin, yang membuat tubuh terasa rileks dan meningkatkan suasana hati. Pada pria, orgasme biasanya diikuti dengan ejakulasi, sedangkan pada wanita terjadi kontraksi otot di area panggul.
Bagi pasangan, orgasme juga dapat memperkuat kedekatan emosional. Saat tubuh melepas hormon bahagia, rasa keintiman dan ikatan batin meningkat. Hal ini bisa membuat hubungan menjadi lebih harmonis dan penuh kepercayaan.
Apakah ada perbedaan orgasme pria dan wanita?
Orgasme pria dan wanita berbeda dari segi cara terjadi dan reaksi tubuhnya. Pada pria, orgasme biasanya disertai ejakulasi, yaitu keluarnya sperma dari alat kelamin. Setelah itu, tubuh pria sering mengalami masa istirahat singkat di mana mereka sulit mengalami orgasme lagi untuk sementara waktu.
Sedangkan pada wanita, orgasme terjadi lewat kontraksi otot di sekitar area intim dan rahim, disertai peningkatan detak jantung dan napas cepat. Wanita juga bisa mengalami beberapa kali orgasme dalam satu sesi, tergantung pada rangsangan dan kenyamanan.
Perbedaan lainnya ada pada waktu pencapaiannya. Pria umumnya lebih cepat mencapai orgasme, sedangkan wanita memerlukan lebih banyak stimulasi dan kenyamanan emosional untuk merasakannya sepenuhnya.
Bagaimana jika berhubungan selama kehamilan?
Secara umum, berhubungan selama kehamilan aman jika kondisi ibu dan janin sehat serta tidak ada larangan dari dokter. Rahim dan cairan ketuban melindungi bayi, jadi aktivitas seksual biasanya tidak membahayakan. Namun, pada kehamilan berisiko (seperti pendarahan, plasenta rendah, atau kontraksi dini) dokter bisa menyarankan untuk menghindarinya.
Agar aman, pasangan perlu memilih posisi yang nyaman bagi ibu hamil, terutama saat perut mulai membesar. Hindari tekanan langsung pada perut dan lakukan gerakan dengan lembut. Komunikasi juga penting untuk memastikan ibu tidak merasa sakit atau lelah.
Apakah bisa merusak kantong ketuban janin?
Secara umum hubungan intim tidak merusak kantong ketuban pada kehamilan normal karena janin terlindungi oleh cairan ketuban dan otot rahim. Seks biasanya aman sampai persalinan kecuali ada kondisi medis yang melarangnya.
Namun, seks kasar atau sangat kuat bisa memicu rasa nyeri, pendarahan, atau kontraksi pada beberapa ibu. Dan bila sudah ada faktor risiko (placenta previa, tanda persalinan dini, atau kebocoran cairan) dokter biasanya menyarankan berhenti. Bukti tentang hubungan langsung antara seks dan pecahnya ketuban bersifat tidak konsisten.
Tips: Pilih posisi nyaman, hindari tekanan pada perut, gunakan pelumas jika perlu, hentikan kalau muncul nyeri/nyeri hebat/keluarnya cairan atau darah. Kalau ragu atau ada keluhan, segera konsultasi ke dokter kandungan.
Kesimpulan : Berhubungan saat hamil biasanya aman jika kondisi ibu dan janin sehat. Bayi tetap terlindungi oleh cairan ketuban dan otot rahim. Namun, jika dilakukan terlalu keras atau cepat, bisa menimbulkan nyeri, pendarahan, atau kontraksi, terutama pada kehamilan berisiko. Karena itu, lakukan dengan lembut, pilih posisi yang nyaman, dan hentikan jika terasa sakit. Selalu jaga kebersihan, gunakan pelindung bila perlu, dan pastikan semuanya atas kesepakatan agar tetap aman dan sehat bagi keduanya.
Sumber Referensi : NCBI, Acog Healthy, Artikel Springer Link
Bantuan AI : ChatGPT
Salam Ilmu Pengetahuan
Terimakasih
Komentar