Kenapa Penis Disebut Burung di Indonesia? Bagaimana Sebutannya di Negara Lain?

Penjelasan Penis disebut Burung

Inrofaa - Penyebutan penis sebagai “burung” bukan fenomena yang hanya terjadi di Indonesia, melainkan bagian dari kebiasaan bahasa yang lebih luas di berbagai budaya di dunia. Dalam ilmu bahasa dan budaya, hal ini dikenal sebagai eufemisme, yaitu penggunaan kata pengganti yang lebih halus, tidak langsung, dan dianggap lebih sopan untuk menyebut hal yang sensitif atau tabu. Organ seksual manusia, termasuk penis, hampir di semua masyarakat termasuk topik yang cenderung dihindari penyebutannya secara terang-terangan, sehingga muncul banyak istilah kiasan.

Di Indonesia, kata “burung” digunakan secara informal untuk menggantikan kata penis, terutama dalam percakapan santai, humor, atau konteks non-medis. Pemilihan kata ini tidak muncul secara acak. Burung sering diasosiasikan dengan kejantanan, gerak, dan simbol vitalitas, sehingga secara kultural dianggap cocok sebagai metafora. Selain itu, menyebut “burung” terasa lebih ringan dan tidak vulgar dibanding menyebut istilah biologisnya secara langsung.

Fenomena serupa juga ditemukan di banyak negara lain, meskipun kata yang dipakai berbeda sesuai bahasa dan budaya setempat. Dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat kata “cock” yang secara harfiah berarti ayam jantan. Di beberapa wilayah berbahasa Spanyol, kata yang berarti ayam atau burung juga digunakan sebagai istilah slang. Di Tiongkok, terdapat istilah yang secara harfiah berarti “burung kecil” untuk menyebut penis, menunjukkan kemiripan konsep dengan Indonesia. Artinya, meskipun bahasanya berbeda, pola berpikir simboliknya serupa.

Namun, tidak semua budaya menggunakan metafora burung. Ada masyarakat yang memilih metafora lain seperti ekor, tongkat, cabai, benda, bahkan sebutan anggota keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa yang lebih universal bukanlah kata “burung”-nya, melainkan kebutuhan manusia untuk menyamarkan penyebutan organ intim dengan bahasa kiasan yang lebih dapat diterima secara sosial. Metafora yang dipilih biasanya berkaitan dengan bentuk, fungsi, atau simbol maskulinitas yang dikenal dalam budaya tersebut.

Secara keseluruhan, penyebutan penis sebagai “burung” mencerminkan cara manusia menggunakan bahasa untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial. Bahasa tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan makna secara literal, tetapi juga untuk menjaga kenyamanan, sopan santun, dan konteks budaya. Oleh karena itu, meskipun istilahnya berbeda-beda di seluruh dunia, praktik menggunakan eufemisme untuk menyebut penis adalah fenomena lintas budaya yang sangat umum.

Referensi : Situs ERA.id, Kompasiana.com, Artikel Talkpal

Hubungi Admin? Klik di sini

Salam Ilmu Pengetahuan
Terima kasih

Komentar