Ikan Arwana: Perubahan Status Dari Ikan Asin Hingga Raja Akuarium Bernilai Tinggi

Inrofaa - Ikan arwana dikenal luas sebagai ikan hias bernilai tinggi yang melambangkan keberuntungan, kemakmuran, dan prestise, terutama di kawasan Asia. Namun, sebelum mencapai status istimewa seperti sekarang, ikan arwana pernah mengalami masa ketika keberadaannya tidak dihargai dan bahkan sempat dimanfaatkan sebagai ikan asin. Fakta ini terdengar mengejutkan, tetapi memiliki latar belakang sejarah, ekonomi, dan budaya yang cukup masuk akal pada masanya.

Pada masa lalu, khususnya sebelum tahun 1970-an, ikan arwana belum dikenal sebagai ikan hias eksklusif. Di berbagai daerah Asia Tenggara, termasuk Indonesia, arwana merupakan ikan sungai liar yang sering tertangkap bersama ikan konsumsi lainnya. Masyarakat lokal pada saat itu memandang arwana sebagai ikan biasa yang bisa dimakan, terutama ketika hasil tangkapan melimpah dan tidak semuanya dapat dikonsumsi dalam kondisi segar. Untuk mencegah pembusukan, ikan arwana pun diawetkan dengan cara diasinkan dan dikeringkan, sama seperti ikan sungai lainnya.

Proses pengasinan ikan arwana dilakukan secara sederhana. Ikan dibersihkan, diberi garam, lalu dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Hasilnya digunakan sebagai cadangan makanan atau dijual di pasar lokal. Karena ukurannya cukup besar dan dagingnya tebal, ikan arwana asin dianggap praktis sebagai sumber protein bagi masyarakat pedalaman. Pada masa itu, nilai ekonominya tidak jauh berbeda dari ikan sungai lain seperti baung atau patin.

Perubahan besar mulai terjadi ketika kepercayaan budaya Tiongkok semakin memengaruhi persepsi masyarakat terhadap ikan arwana. Bentuk tubuhnya yang panjang, sisik besar berkilau, serta gerakan anggunnya dianggap menyerupai naga, simbol kekuatan dan kemakmuran. Sejak saat itu, arwana mulai dipelihara sebagai ikan hias dan dipercaya membawa keberuntungan. Permintaan meningkat pesat, sementara ketersediaan di alam terbatas, menyebabkan harga arwana melonjak drastis.

Seiring meningkatnya nilai ekonomi, penangkapan liar terhadap arwana mulai dikendalikan, bahkan dilarang. Arwana kemudian masuk dalam daftar ikan yang dilindungi, dan perdagangan hanya diperbolehkan melalui hasil penangkaran resmi. Statusnya pun berubah total, dari ikan konsumsi biasa menjadi komoditas bernilai tinggi yang bisa mencapai ratusan juta rupiah per ekor.

Kisah ikan arwana yang pernah dijadikan ikan asin menunjukkan bagaimana nilai suatu makhluk hidup dapat berubah seiring waktu, dipengaruhi oleh budaya, kepercayaan, dan kondisi ekonomi. Dari bahan pangan sederhana hingga simbol kemewahan, arwana menjadi contoh nyata bahwa persepsi manusia memiliki peran besar dalam menentukan nasib suatu spesies.

Referensi : Hagopian Arts, FAO & MMAF, TIMES Indonesia

Baca Juga :

Hubungi Admin? Klik di sini

📌 Daftar Informasi 📚Inrofaa Store
Salam Ilmu Pengetahuan
Terima kasih

Komentar